Pages

Tuesday, March 21, 2017

Portofolio PPKn BAB 1 Tentang Kasus Pelanggaran HAM

Portofolio PPKn BAB 1 Tentang Kasus Pelanggaran HAM
Hasil gambar untuk Hasil gambar untuk PPKn BAB 1

Guru Pengampu :




Nama : Panji Muliya
No        : 24
Kelas  : X TGB 1
Mata Pelajaran : PPKn




SMK NEGERI 1 SEYEGAN YOGYAKARTA


1.      Kasus Trisakti dan Semanggi
Hasil gambar untuk Kasus Trisakti dan Semanggi
Komentar Pribadi      : Salah satu hak yang dilanggar dalam peristiwa tersebut adalah hak dalam kebebasan menyampaikan pendapat. Hak menyampaikan pendapat adalah kebebasan bagi setiap warga negara dan salah satu bentuk dari pelaksanan sistem demokrasi pancasila di Indonesia. Peristiwa ini menggoreskan sebuah catatan kelam di sejarah bangsa Indonesia dalam hal pelanggaran pelaksanaan demokrasi pancasila.. Dari awal terjadinya peristiwa sampai sekarang, pengusutan masalah ini begitu terlunta-lunta. Sampai sekarang, masalah ini belum dapat terselesaikan secara tuntas karena berbagai macam kendala. Sebenarnya, beberapa saat setelah peristiwa tersebut terjadi, Komnas HAM berinisiatif untuk memulai untuk mengusut masalah ini. Komnas HAM mengeluarkan pernyataan bahwa peristiwa ini adalah pelanggaran HAM yang berat. Masalah ini pun selanjutnya dilaporkan ke Kejaksaan Agung untuk diselesaikan. Namun, ternyata sampai sekarang masalah ini belum dapat diselesaikan bahkan upayanya saja dapat dikatakan belum ada. Belum ada satupun langkah pasti untuk menyelesaikan masalah ini. Alasan terakhir menyebutkan bahwa syarat kelengkapan untuk melakukan siding belum terpenuhi sehingga siding tidak dapat dilaksanakan. Seharusnya jika pemerintah benar-benar menjunjung tinggi HAM, seharusnya masalah ini harus diselesaikan secara tuntas agar jelas agar segala penyebab terjadinya peristiwa dapat terungkap sehingga keadilan dapat ditegakan.


Solusi penyelesaian  : Karena Tragedi Trisakti terjadi karena penembakan oleh polisi, kasus ini penyelesaiannya melalui pengadilan militer. Dan mempertegas peraturan mengenai hak kebebasan berpendapat dan hak – hak lain agar lebih dihormati.

Peristiwa yang terjadi di Trisakti dan Semanggi pada tahun1998 merupakan salah satu kasus HAM terbesar yang terjadi di Indonesia. Peristiwa ini berkaitan dengan gerakan di era reformasi yang gencar disuarakan di tahun 1998. Gerakan tersebut dipicu oleh krisis moneter dan tindakan KKN presiden Soeharto, sehingga para mahasiswa kemudian melakukan demo besar-besaran di berbagai wilayah. Demonstrasi kemudian berujung dengan bentrok antara mahasiswa dengan aparat kepolisian. Hal ini memicu meninggalnya 4 mahasiswa dari Universitas Trisakti dan 5 mahasiswa di Semanggi. Mereka tewas setelah terkena tembakan peluru aparat kepolisian. Peristiwa ini menjadi salah satu sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.

2.       Kasus Marsinah
Hasil gambar untuk Kasus Marsinah
Komentar Pribadi     :    Kasus pembunuhan Marsinah merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Alasannya adalah karena telah melanggar hak hidup seorang manusia. Dan juga karena sudah melanggar dari unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di luar putusan pengadilan terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan oknum pembunuh melanggar  hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan  layak dalam hubungan kerja.

Solusi Penyelesaian : Yaitu mengadili pelaku pembunuhan dengan hukum pidana yang sesuai peraturan yang berlaku. Memberikan hak – hak dan jaminan keselamatan kerja kepada para tenaga kerja. Dan mempertegas peraturan mengenai keamanan ketenaga kerjaan.

Kasus Marsinah terjadi pada tanggal 3-4 Mei 1993 dan termasuk salah satu kasus HAM yang terberat. Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntun kepastian pada perusahaan yang telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah aksi demo tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan hutan Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan. Kasus ini masih belum menemukan titik terang hingga sekarang.

3.      Kasus Bom Bali
Hasil gambar untuk Kasus Bom Bali
Komentar Pribadi :
Solusi Penyelesaian :
Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali oleh sekelompok jaringan teroris. Akibat peristiwa ini, sebanyak 202 orang meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga lokal yang ada di sekitar lokasi. Kepanikan sempat melanda di penjuru Indonesia akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga banyak memicu tindakan terorisme di kemudian hari.

4.      Kasus Pembunuhan Munir
Hasil gambar untuk Kasus Pembunuhan Munir
Komentar Pribadi : Hak yang di langgar dalam kasus munir yaitu karena telah menghilangkan nyawa dengan sengaja atau sudah melanggar hak untuk hidup.Banyak orang yang terlibat dalam kejadian itu.Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto.Selama persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya.Sebelum pembunuhan Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior.Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan Munir.Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua.
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono.Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia.

Solusi Penyelesaian : menegaskan peraturan mengenai tindakan kekerasan dalam penyelesaian suatu konflik sehingga tidak terjadi lagi.
Kasus pembunuhan Munir menjadi salah satu kasus HAM yang masih belum bisa diselesaikan. Munir merupakan seorang aktivis HAM yang banyak menangani kasus-kasus HAM lain. Ia kemudian meninggal dalam perjalanan di pesawat saat akan menuju kota Amsterdam, Belanda. Kejadian ini pun membuat gempar. Banyak spekulasi yang bermunculan jika Munir tewas diracun atau dibunuh oleh golongan tertentu. Kasus ini masih belum bisa diselesaikan. Bahkan beberapa saksi tidak memberi keterangan yang jelas. Kasus Munir akhirnya ditutup beberapa tahun berselang.

Museum Munir
Rumah di jalan Bukit Berbunga Nomor 2 RT 04 RW 07, Sidomulyo, Kota Batu, Jawa Timur, itu sederhana dan hijau. Ada taman mungil lengkap dengan pohon palem raksasa di halaman depan.

Di dalam rumah itu tersebar memorabilia tentang Munir serta kasus yang sempat diperjuangkan Munir sebelum terbunuh di atas pesawat terbang pada 7 September 2004. Rumah yang penuh dengan semangat dan informasi, bukan kesedihan dan duka tentang Munir.

“Lewat Omah Munir ini kita melawan lupa bahwa ada banyak kasus yang belum terselesaikan,” kata Suciwati, istri mendiang Munir Said Thalib, Minggu, 7 September 2014.

Berbagai poster tentang pelanggaran HAM dan upaya pencarian keadilan di Indonesia memenuhi dinding rumah seluas 250 meter persegi itu. Saat ini seluruh persoalan adalah kasus yang sempat ditangani Munir dalam kurun waktu 1990 hingga 2004, tahun dia terbunuh. Seperti advokasi tuduhan upaya pemberontakan Fernando Araujo di Timur Timur tahun 1992, kasus pembunuhan tiga petani Nipah Madura tahun 1993, pembunuhan aktivis buruh wanita Marsinah tahun 1994, dan tentang upaya Munir memperjuangkan keadilan terhadap puluhan korban penculikan Tim Mawar lewat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sejak tahun 1998.

Nama-nama tokoh populer seperti Prabowo Subianto pun tersebut di dalam poster itu, sebagai pihak yang berseberangan dengan Munir.

Suciwati berharap, rumah tinggal keluarganya itu bisa menjadi tempat lahirnya berbagai gagasan dan ide baru untuk lebih baik sekaligus upaya melawan lupa terhadap berbagai kasus yang tidak terselesaikan. Tempat berkumpulnya berbagai informasi dan data tentang pelanggaran HAM di Indonesia, serta berbagai upaya advokasi yang menyertainya.

Nyaris setahun kini Omah Munir berdiri sejak diresmikan pada 8 Desember 2013, tanggal yang sama dengan kelahiran Munir, 49 tahun lalu. "Omah" adalah bahasa Jawa yang berarti rumah. Dibangun dengan dana awal sekitar Rp300 juta, kini Omah Munir telah memiliki perpustakaan yang berisi ribuan buku sumbangan. Buku yang ada pun beragam, mulai dari buku pedoman populer milik Karl Marx Das Kapital, hingga buku tentang tuntunan salat yang benar.

Di dalamnya, selain membaca buku, muncul berbagai diskusi hangat tentang sosial dan politik atau pun budaya setiap satu bulan sekali. Berbagai organisasi pemuda di Batu atau pun kota lain rutin bertukar ide dan pikiran di Omah Munir. Selain membaca buku gratis, juga disediakan jaringan internet nirkabel yang bisa diakses siapa pun.
“Jadi ada tempat berkumpul yang bermanfaat, saya bisa banyak tahu tentang situasi dan kondisi sosial Indonesia saat ini lewat berbagai pandangan berbeda,” kata Siho Mulyanto, seorang pegiat di Omah Munir.

Di Omah Munir, tempat lahir anak kedua Munir, Diva Suukyi Larasati, pada Juli 2002 silam, kini peringatan 10 tahun kematian Munir untuk pertama kalinya berlangsung. Banyak dukungan yang ditunjukkan seniman papan atas Indonesia untuk memperingati kematian Munir. Nama budayawan besar seperti Butet Kertarejasa, komikus populer Ernest Praksa dan Ari Kriting, solois Glen Fredly dan sineas Indonesia Riri Riza, Mira Lesmana dan Nia Dinata, adalah sederet selebritas yang merelakan waktu dan bakatnya untuk perjuangan HAM, lewat Omah Munir. Nama lain seperti Melanie Subono juga disebut akan ikut hadir di Batu.

“Pro bono, tak ada yang mau dibayar. Mereka bahkan membeli tiket perjalanan sendiri untuk tampil dari petang hingga dini hari nanti (Minggu, 7 September 2014),” kata Abi, Koordinator Omah Munir.
Di Omah Munir mereka berkumpul, menyuarakan keadilan yang masih terbungkam. Pada usia 39 tahun, Munir Said Thalib terbunuh, satu dekade lalu. Pria kelahiran Batu 8 Desember 1965 itu diracun arsenik dalam perjalanan menuju Amsterdam Belanda di atas pesawat Garuda GA 974. Tepat di langit Rumania, Munir menghembuskan nafas terakhir.

Dua periode pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak pernah tuntas menyeret dalang di balik terbunuhnya Munir. Suciwati berharap banyak pada kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Meski ketika kabinet ini terkadang berubah haluan di tengah jalan.

“Saya kecewa dengan pernyataan Jusuf Kalla tentang kasus Munir yang dianggap sudah selesai. Pelanggaran HAM bukanlah komoditi politik. Apa pun yang terjadi, kami tidak akan berhenti mencari keadilan,” kata Suciwati.

Api semangat perjuangan itu akan dijaga tetap berkobar dan nyalanya semakin terang di sana. Meski meja kerja milik Munir di pojok ruangan Omah Munir itu kini tak bertuan. Walau sepatu kets mungil berwarna cokelat milik Munir itu tak lagi bisa dibawa berlari.

“Munir ada dan berlipat ganda, akan lahir banyak Munir baru selama semangatnya tetap menyala,” kata Lutfi J Kurniawan, rekan Munir dan pendiri Malang Corruption Watch.

5.      Peristiwa Tanjung Priok
Hasil gambar untuk Peristiwa Tanjung Priok
Description: Hasil gambar untuk peristiwa tanjung priok
Komentar Pribadi : Warga seharusnya tidak melakukan demonstrasi karena bisa berakibat pada kerusuhan.

Solusi Penyelesaian : Karena peristiwa Tanjung Priok merupakan pelanggaran HAM yang bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, dan menjatuhkan pidana kepada pihak yang bersalah. Serta mempertegas peraturan mengenai SARA dan unsur – unsur lain agar lebih dihormati.
Pelanggan HAM juga pernah terjadi di kawasan Tanjung Priok, Jakarta. Dipicu oleh warga sekitar yang melakukan demonstrasi pada pemerintah dan aparat yang hendak melakukan pemindahan makam keramat Mbah Priok. Para warga yang menolak dan marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga memicu bentrok antara warga dengan anggota polisi dan TNI. Akibantnya banyak warga yang luka-luka, bahkan hingga menyebabkan kematian. Peristiwa ini pun menjadi salah satu contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Jakarta.

Kronologi:
Abdul Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat keamanan sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok. Karenanya, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa Tanjung Priok. Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi pembelaannya berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam Indonesia”.
Tanjung Priok, Sabtu, 8 September 1984Dua orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki Mushala as-Sa’adah di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan). Pengumuman tadi hanya berupa undangan pengajian remaja Islam (masjid) di Jalan Sindang. Tanjung Priok, Ahad, 9 September 1984 Peristiwa hari Sabtu (8 September 1984) di Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran masyarakat tanpa ada usaha dari pihak yang berwajib untuk menawarkan penyelesaan kepada jamaah kaum muslimin. Tanjung Priok, Senin, 10 September 1984 Beberapa anggota jamaah Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah seorang petugas Koramil yang mengotori mushala mereka. Terjadilah pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh dua orang dari jamaah Masjid Baitul Makmur yang kebetulan lewat. Usul mereka supaya semua pihak minta penengahan ketua RW, diterima. Sementara usaha penegahan sedang.berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas Koramil itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan segera melakukan penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di antaranya termasuk Ketua Mushala as-Sa’adah.
Tanjung Priok, Selasa, 11 September 1984
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.
Tanjung Priok, Rabu, 12 September 1984
Dalam suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala as-Sa’adah, terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah.
Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau adayang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dan jamaah kita).” Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata otomatis di tangan.Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu, terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit histeris; beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk besar terdengarjelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di got-got/selokan-selokan di sisi jalan.
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke dalam truk, bagaikan melempar karung goni saja. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun bagaikan karung goni.
Sesudah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya and di sisinya, sampai bersih.
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kirajarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa menuju Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD).
Sesampainya di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.
Sebenarnya peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung Priok tidak boleh terjadi apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani benar-benar mau berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib yang selama ini sering sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu mendeteksi suatu kejadian sedini dan seawal mungkin. Ini karena pada tanggal 11 September 1984, sewaktu saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, saya sempat berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga, Kepala Intel Kepolisian tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian di Tanjung Priok menuntut pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan, disebabkan membakar motor petugas. Bahkan, menurut petugas-petugas satgas Intel Jaya, di saat saya ditangkap tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa pada tanggal 12 September 1984, kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat datang ke kantor Satgas Intel Jaya.

#Catatan

Itu tadi sedikit informasi mengenai contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Selain lima kasus yang disebutkan di atas juga ada beberapa contoh lain yang telah terjadi di Indonesia. Sebagai manusia, harusnya kita bisa saling menghormati hak-hak asasi antar manusia. Jika saja tiap orang bisa menerapkan prinsip tersebut, bukan mustahil jika perdamaian dunia akan tercipta hingga tidak ada lagi perselisihan antar kelompok dan golongan tertentu yang terjadi.

4 comments:

  1. terimakasih infonya sangat menarik, kunjungi http://bit.ly/2QBS8Ez

    ReplyDelete
  2. masih ada gak min 5 kasus lagi?

    ReplyDelete
  3. Ayo ajak sebanyak mungkin teman-teman kamu untuk daftar permainan padangtoto dan dapatkan banyak hadiah yang menarik. Yuk segera login untuk bermain

    ReplyDelete